Ade Iskandar

Catatan ringan seorang Ade Iskandar.

Tukang Batu

Jun 22, 2014Blog

Seperti hari-hari biasanya.., setiap minggu pagi saya menelepon ayah dan ibu saya. Untuk bertanya kabar mereka dan tentunya saling berbagi cerita. Hari ini kami membicarakan tangki air yang akan dipasang di rumah kami. Jadi untuk meletakkan tangki air tersebut ke tempat yang tinggi, kami sepakat untuk menggunakan semen yang dicor dengan ketinggian beberapa meter. Intinya air mengalir dengan baik dan tempat tangkinya juga kokoh.

Untuk keperluan membangun itu tentunya memerlukan bahan-bahan seperti semen, pasir, besi kecil, batu bata, dan kerikil. Ayah saya bilang batu kerikil susah di cari sekarang, agennya tidak bisa melayani pesanan jika hanya sedikit. Masuk akal juga sih. Lalu ayah mencari alternatif lain, yaitu mengganti kerikil dengan batu padas. Kebetulan Abang saya punya batu padas, karena dia juga berencana untuk me-renovasi sedikit dapur rumahnya. Waktu itu Ayah saya juga yang memesankan batu padas tersebut.

[caption id=”attachment_369” align=”alignleft” width=”300”]batu padas Gambar batu padas, sumber http://batupadas.blogspot.com/\[/caption\]

Taukan batu padas? iya batu alam yang biasanya diambil dari tebing-tebing batu. Saya bertanya pada ayah saya, berapa harganya jika memesan batu-batu padas seperti itu. Kata Ayah, harga batu itu Rp.100.000 satu meter, setidaknya mesan harus 5 meter. Mendengar harga 100.000 tersebut saya sedikit terkejut, ya gimana tidak terkejut, anda bayangkan saja begitu susahnya mengambil batu tersebut hanya dijual 100.000 per meter dan itupun sudah diantar ke rumah. Dan Ayah saya membenarkan keterkejutan saya itu. Katanya kalo kita lihat langsung ketempat pengambilan batu itu, begitu kasihannya kita melihat orang orang yang mengambil batu itu. Mereka memahat/memecah satu persatu batu sampai pada ukuran tertentu. kemudian mengangkatinya ke suatu tempat.

Belum lagi resiko yang harus ditanggung, seperti terkena percikan batu saat memecah, terkena palu atau pahat, apalagi sampai ketimpahan batu. “Nggak tega untuk menawarnya” kata Ayah bercerita pada saya saat mereka menyebutkan harga batu itu. sebab harga segitu itu memang sudah sangat murah dibanding dengan resiko dan cara mereka mengambilnya. Buat pemecah batu tradisional, cara mereka mengambil batu masih mengandalkan cara manual yaitu dengan palu dan pahat. lain halnya dengan pemecah batu menengah, mereka sudah menggunakan bom untuk menghancurkan batu, kemudian baru memecahnya dengan pahat. Bagi pemecah batu profesional dan moderen tentu saja sudah menggunakan alat berat.

Mendengar cerita itu saya jadi sedikit merenung. Begitu mulianya para tukang batu tersebut. Gedung-gedung bertingkat, rumah-rumah mewah dan semua bangunan bangunan beton umumnya menggunakan batu itu untuk pondasi yang kuat. Dari pahatan dan pukulan palu merekalah gedung-gedung itu kokoh berdiri. yang mungkin para penghuni gedung tak sedikitpun ingat bahkan terpikir dari mana batu yang kokoh itu berasal. Dan bahkan tak jarang para tukang batu tersebut terlupakan dalam cerita kehidupan ini. Atau pernahkan kita melihat nama pekerjaan “Tukang Batu” tertulis di KTP? sepertinya tidak, paling akan disamakan dengan Petani.

Kadang-kadang kita memang harus banyak bersyukur dalam kehidupan ini. semua sudah dirancang oleh Yang Maha Tahu dengan sempurna. Bukan tanpa alasan Tuhan menciptakan kehidupan ini dengan bermacam-macam profesi dan kelas ekonomi. semuanya sudah diatur untuk saling membutuhkan. bayangkan jika mereka tidak ada? bagaimana nasib gedung-gedung tersebut?. Bagaimana dengan kantor tempat kita bekerja? apa mungkin kita bisa bekerja di gedung/rumah kita yang nyaman itu. itu masih tukang batu, bagaimana dengan penambang besi, pelebur semen dan sebagainya.

Yah kadang-kadang kita tidak sadar dengan pengatur kehidupan kita, begitu rapinya Tuhan mengatur kehidupan ini. Nasi yang kita makan kita tidak tau siapa yang menanam, ikan yang kita makan kita tidak tau siapa yang menjalanya begitu juga sayur-sayuran, tau-tau sudah tersiap di meja makan dalam keadaan matang. Dan kita tinggal menyantapnya tanpa mengingat mereka. Kadang-kadang dengan keadaan yang serba ada saja kita masih suka mengeluh (Ampuni saya Ya Allah). Padahal semuanya sudah cukup rapi Dia atur.

Mudah-mudahan kita tetap bisa bersyukur kepada-Nya dalam keadaan apapun, susah senang ada waktunya. tak perlu mengeluh berlebihan apalagi menyombongkan diri, karena kita memang gak ada apa-apanya. Apa yang kita punya hari ini pasti ada andil orang lain di dalamnya, karena itu kita dianjurkan bersedekah. Terimakasih Tuhan, terimakasih tukang batu dan tukang-tukang yang lainnya